BENTUK SATUAN LINGUAL SUMPAH SERAPAH BAHASA KAILI Deni Karsana*) Abstrak Abstract Swearing in daily life were verbal form of someone in produce language. Swearing is spontaneous expression on taboo (impolite) words to another people. Swearing can be in the form of abusive swearing, blasphemy, cursing, swearing, obscenity, and expletive. Kailinese swearing is formed by language aspect in words, phrases, and clauses. Kailinese swearing can be nominal, adjective, and verbs. Kailinese swearing can be derivative which form of word add affixation or compound word. In phrase, it can be nominal and adjective one. Keywords: swearing, abusive swearing, lingual form, Kailinese 1. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar seorang yang sedang dilanda emosi berteriak, memaki sesorang yang dianggap telah melakukan sesuatu perbutaan yang tidak menyenangkan atau merugikan dirinya. Misalnya, seorang ibu yang marah-marah ketika melabrak seorang wanita yang berselingkuh dengan suaminya keluarlah lontaran kata-kata yang tidak sopan atau pantas, seperti kata lonte ‘pelacur/ wanita murahan’, bajinga ‘pelacur/wanita murahan, kepada wanita yang diangapnya telah merusak rumah tangganya tersebut. Kata-kata kasar atau yang dikenal dengan sumpah serapah. Sumpah serapah dapat berupa makian atau umpatan. Makian mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dengan umpatan. Makian merupakan perkataan yang keji atau kotor yang diucapkan karena marah, jengkel atau kecewa. Kata-kata kasar berarti tidak sopan, keji berarti sangat rendah, tidak sopan, dan kata-kata kotor berarti jorok, menjijikan, melanggar kesusilaan. Memaki berarti mengeluarkan kata-kata keji, kotor, kasar sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel. Menurut Montagu (dalam Indrawati, 2006:23-25) memasukkan makian (abusive Swearing) ke dalam kelompok swearing (sumpah serapah). Sumpah serapah (swearing) oleh Montagu dicirikan oleh kata-kata keji (kotor, kasar) yang diucapkan karena timbulnya emosi. Keseluruhan dari sumpah serapah (swearing) yang dimaksud Montagu adalah (1) makian (abusive swearing), (2) hujatan (blasphemy), (3) kutukan (cursing), (4) sumpahan (swearing), (5) (ke)carutan (obscenity), dan (6) lontaran/seruan (expletive). Selanjutnya, Montagu (dalam Indrawati, 2006) menjelaskan pengertian makian, yaitu tindakan verbal yang mengekspresikan perasaan agresif yang mengikuti perasaan frustasi yang dalam atau berlebihan yang tercermin dalam kata-kata atau tuturan yang mengandung asosiasi emosional yang kuat. Pengertian hujatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:410), hujat diartikan 1 caci; cela; 2 fitnah, hujatan diartikan hasil menghujat. Bentuk sumpah serapah yang ketiga, yaitu kutukan. Kutukan dapat diartikan kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan pada orang yang dikutuknya. Kutukan dicirikan oleh kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan atau bencana pada sesorang. Bentuk sumpah serapah yang keempat, yaitu sumpahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:1102) sumpah diartikan kata-kata yang buruk (makian, dsb); kutuk; tulah. Sementara itu, bentuk sumpah serapah yang kelima, yaiti (ke)carutan diartikan perkataan yang keji, kotor atau cabul. Bentuk sumpah serapah yang keenam, yaitu lontaran/seruan. Cristal (1993); Mathews (1997), Laksana (2003) (dalam Indrawati, 2006:135-136) menyebutkan bahwa lontaran/seruan (expletive) dicirikan dengan pemakaian kata atau ungkapan yang memiliki fungsi hanya sebagai pengisi. Hal ini dimaksudkan bahwa sumpah serapah tersebut tidak memiliki makna apa-apa serta tidak ditujukan untuk menyakiti orang lain. Akan tetapi, tidak semua orang dapat menerima bahwa sumpah serapah yang berupa lontaran tersebut tidak memiliki makna apa-apa. Sumpah serapah yang berupa lontaran hanya digunakan untuk kelompok atau antarpenutur tertentu dengan kondisi dan konteks tertentu juga. Sumpah serapah yang berupa lontaran atau seruan dalam bahasa Kaili (BK) biasanya berupa lontaran yang kasar atau cabul. Jenis-jenis sumpah serapah tersebut umumnya merupakan ekpresi emosional dan perasaan frustasi yang kuat dari diri seseorang. Berdasarkan pengertian tentang sumpah serapah di atas, sumpah serapah dalam BK dalam penelitian ini adalah ungkapan spontan yang berupa kata-kata kasar (tidak sopan) sebagai ekspresi emosional yang kuat dari seseorang yang berupa makian, umpatan, sumpah, kutukan, kecarutan, serta lontaran/seruan cabul. Dalam makalah ini akan dibahas bentuk-bentuk satuan lingual sumpah serapah bahasa Kaili sehingga akan diketahui dekripsi bentuk atau unit linguistik sumpah serapah bahasa Kaili. Penelitian mengenai umpatan bahasa Kaili pernah diteliti oleh Asri (2004). Dalam penelitian tersebut umpatan dikaji melalui pendekatan psikolinguistik, yaitu teori yang menyangkut psikologi atau kejiwaan yang dipadukan dengan linguistik dalam hal ini BK. Akan tetapi, dalam kajian ini, penulis mengkaji umpatan BK dengan menggunakan analisis struktur atau pendekatan struktural. Tulisan ini dilakukan untuk menjawab masalah, yakni bagaimana bentuk atau unit linguistik sumpah serapah dalam bahasa Kaili (BK). Bertolak dari rumusan masalah tersebut, tujuan tulisan ini adalah untuk mendeksripsikan bentuk atau unit linguistik sumpah serapah BK. Manfaat penelitian ini adalah sebagai masukan kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Daerah dalam usaha inventarisasi bahasa daerah di Sulawesi Tengah dan di Indonesia umumnya. Selanjutnya dapat dijadikan pedoman dalam penelitian bahasa daerah lainnya. Sumber data yang digunaan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sumber data lisan dan sumber data tertulis. Sumber data lisan dijaring melalui informan, sedangkan sumber data tertulis diambil dari beberapa hasil penelitian yang ada kaitannya dengan kajian ini. 2. Kerangka Teoretis Sehubungan dengan tujuan tulisan, yaitu mendeskripsikan bentuk atau unit lingustik sumpah serapah BK, maka digunakan teori yang digunakan para ahli struktural bahasa, yang berhubungan dengan bentuk atau unit linguistik sekaitan dengan bahasa daerah yang diteliti. Menurut Kentjono (1984), strukturalisme menunjuk pada suatu paham dalam linguistik yang berusaha menjelaskan seluk beluk bahasa berdasarkan strukturnya. Sekaitan dengan itu, ada tiga ahli bahasa yang dirunut penulis, yaitu Masjhuda (1971), Rahim (1995), dan Ramlan (1997). Pandangan Masjhuda (1971) dan Rahim (1995) sebagai menguatkan teori struktural dari sudut pandang bahasa daerah, khususnya BK. Sedangkan Ramlan (1997), penulis gunakan sebagai dasar, dimana menggunakan pendekatan struktural dengan objek bahasa Indonesia. 3. Metode Teknik yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Dalam pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, sedangkan dalam analisis data metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode observasi adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati objek kajian dalam konteksnya. Cara pengamatan berdasarkan metode observasi dalam penelitian ini dilakukan secara kontekstual. Artinya, penelitian mengamati teks lengkap dengan konteks ketika bahasa itu dipakai (Arimi, tanpa tahun: hal 5). Metode deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret, paparan seperti adanya. Perian deskriptif tidak mempertimbangkan benar-salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya, hal itu merupakan cirinya yang utama (Sudaryanto, 1986: 62). 4. Pembahasan Berdasarkan bentuknya, sumpah serapah BK dapat dibedakan menjadi bentuk atau unit linguistik yang berupa kata, frasa, dan klausa. 4.1 Sumpah Serapah Bahasa Kaili dalam Bentuk Kata Sumpah serapah BK dalam bentuk kata dibedakan berdasarkan jenis, yaitu sumpah serapah yang berupa kata dasar (monomorfem) dan kata turunan (polimorfemik). Dalam tulisan ini, sumpah serapah BK berupa kata dasar dikelompokkan menjadi sumpah serapah yang berkategori nomina, adjektiva dan verba. Sumpah serapah yang berupa kata turunan dikelompokkan berdasarkan morfologis, yaitu afiksasi dan komposisi atau pemajemukan. a. Sumpah Serapah Bahasa Kaili dalam Bentuk Kata Dasar Sumpah serapah BK berupa kata dasar yang berkategori nomina, misalnya tai ‘tahi’, seta ‘seta’, lasu ‘penis’, leti ‘vagina’, bajinga ‘pelacur’, lonte ‘pelacur’, japi ‘sapi’, tovau ‘kambing’, asu ‘anjing’, dan mata ‘mata’. Nomina dalam BK dapat dikenali lewat perangai sintaksisnya, yaitu (1) dalam kalimat yang berpredikat verba, maka nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap, (2) pengingkaran terhadap nomina tidak memakai sufiks -de ‘tidak’ melainkan ledo ‘bukan’, khususnya dalam kalimat tunggaldan dalam konstruksi yang bukan idiomatik, (3) nomina lazim diikuti oleh kategori adjektiva baik dengan maupun tanpa kata pemerlekat anu ‘yang’. Kata dasar tai ‘tahi’, seta ‘seta’, lasu ‘penis’, leti ‘vagina’, bajinga ‘pelacur’, lonte ‘pelacur’, japi ‘sapi’, tovau ‘kambing’, asu ‘anjing’, mata ‘mata’, dan paneki ‘kelelawar’ merupakan sumpah serapah yang berkategori nomina dapat dibuktikan dengan menambahkan bentuk pengingkaran ledo ’bukan” sehingga dapat menjadi ledo tai ‘bukan tahi’, ledo seta ‘bukan setan’, ledo lasu ‘bukan penis’, ledo leti ‘bukan vagina’, ledo bajinga ‘bukan pelacur’, ledo lonte ‘bukan pelacur’, ledo japi ‘bukan sapi’, ledo tovau ‘bukan kambing’, ledo ibo ‘bukan monyet’, ledo asu ‘bukan anjing’, ledo mata ‘bukan mata’, dan ledo paneki ‘bukan kelelawar’. Sumpah serapah BK berupa kata dasar yang berkategori nomina adalah sebagai berikut. Bentuk Sumpah Serapah Arti tai 'tahi' seta 'setan' lasu 'penis' leti 'vagina' bajinga 'bajingan/pelacur' lonte 'pelacur' Bentuk Sumpah Serapah Arti japi 'sapi' tovau 'kambing' ibo 'kerbau' asu 'anjing' ule 'ular' mata 'mata' paneki 'kelelawar' Penggunaan tuturan sumpah serapah BK berupa kata dasar yang berkategori nomina adalah sebagai berikut. (1) Tai, aga nojarita nju! Tahi (sebagai sumpah serapah), bisanya bicara saja. ‘Tahi, bisanya bicara saja.’ (2) Seta, vesia mami topojudi! Setan (sebagai sumpah serapah), dasar tukang judi. ‘Setan, dasar tukang judi.’ (3) Bajinga, aga naganggu bereintona! Pelacur (sebagai sumpah serapah), bisanya ganggu suami orang. ‘Pelacur, bisanya ganggu suami orang.’ (4) Japi, aga magande nju! Sapi (sebagai sumpah serapah), kerjanya cuma makan saja. ‘Sapi, kerjanya cuma makan saja.’ Sumpah serapah BK berupa kata dasar yang berkategori adjektiva, misalnya gila ‘gila’, buto ‘malas’. Adjektiva dalam BK memiliki perilaku yang hampir sama dengan verba. Dalam tataran kalimat tunggal, adjektiva juga mengisi atau menempati fungsi P (predikat) secara dominann dan dalam tataran frasa, adjektiva menjadi atribut (Rahim, 1995:55) Sumpah serapah bahasa Kaili berupa kata yang berkategori adjektiva adalah sebagai berikut. Bentuk Sumpah Serapah Arti gila 'gila' buto 'malas' Penggunaan tuturan sumpah serapah BK berupa kata yang berkategori adjektiva adalah sebagai berikut. (5) Gila, hii ngana! Gila (sumpah serapah) ini anak! ‘Gila, ini anak!’ (6) Buto, iko hii! Malas (sumpah serapah) kamu ini! ‘Malas, kamu ini!’ Sumpah serapah BK berupa kata dasar yang berkategori verba, misalnya mate ‘mati’, hau ‘pergi’. Verba dalam BK dapat dikenali lewat cirinya, yaitu (1) verba berfungsi utama sebagai predikat dan (2) verba mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas (Rahim, 1995:25). Sumpah serapah BK berupa kata dasar yang berkategori verba adalah sebagai berikut. Bentuk Sumpah serapah Arti mate 'mati' hau 'pergi' Penggunaan tuturan sumpah serapah BK berupa kata dasar yang berkategori verba adalah sebagai berikut. (7) Mate, kau ule! Mati (sumpah serapah) kau ular! ‘Mati, kau ular!’ (8) Hau! Ante nemo nakava navoli! Pergi (sumpah serapah) Dan jangan datang kembali! ‘Pergi ! Dan jangan datang kembali!’ b. Sumpah Serapah bahasa Kaili dalam Bentuk Kata Turunan Sumpah serapah BK dalam bentuk kata turunan didasarkan pada proses morfologis, yaitu afiksasi dan komposisi atau pemajemukan. Sumpah serapah dalam BK yang merupakan kata turunan berupa afiksasi, misalnya nabaya ‘sinting’, nadoyo ’bodoh’, nambongo ‘bandel/tidak mau mendengar’, nakese ‘urakan’, nokeju ‘senggama’, nobusu ‘senggama’, notarasi ‘terasi’, topogade ‘pembohong’ dan lain sebagainya. Sumpah serapah BK berupa kata turunan yang berupa afiksasi adalah sebagai berikut. Bentuk Sumpah serapah Arti na + baya ‘sinting’ --> nabaya 'sinting' na + doyo ‘bodoh’ --> nadoyo 'bodoh' naN+bongo‘tidak mendengar’--> nambongo 'bandel/tidak mau mendengar' na+ kese‘urakan’ --> nakese 'urakan' na +tameme ‘cerewet’--> natameme 'cerewet' no + keju ‘senggama’ --> nokeju 'senggama' no +busu ‘senggama' --> nobusu 'senggama' no +tarasi ‘terasi’ --> noterasi 'terasi' to+ pogade ‘bual’ --> topogade 'pembual; to +podava ‘berbohong’ --> topodava 'tukang bohong to+pojudi ‘berjudi’  --> topojudi 'tukang judi' Penggunaan tuturan sumpah serapah BK berupa kata turunan adalah sebagai berikut. (9) Nambongo, kau hii! Tidak mendengar sekali (sumpah serapah) kau ini! ‘Tidak mendengar sekali, kau ini!’ (10) Heh, nabaya! Heh, sinting (sumpah serapah)! ‘Heh, sinting!’ Sumpah serapah BK yang merupakan kata turunan berupa komposisi atau pemajemukan, misalnya tolare bai ‘orang gunung/kampungan’ dan bengga bula ‘kerbau putih’. Kata majemuk merupakan kata yang terjadi dari gabungan dua kata sebagai unsurnya (Ramlan, 1997:76). Ciri-ciri kata majemuk menurut Ramlan (1997:79) adalah unsur-unsur pembentuk tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya dan salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata. Kedua ciri inilah yang membedakan kata majemuk dengan frasa. (11) Wah, tolare bai iko hii! Wah, orang kampung (sumpah serapah) kau ini! ‘Wah, orang kampung kau ini!’ (12) Puh, bengga bula! Puh, kerbau bule (sumpah serapah)! ‘Puh, kerbau bule!’ 4.2 Sumpah Serapah Bahasa Kaili dalam Bentuk Frasa Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi (Ramlan, 1997:137). Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan kata atau kategori kata, sumpah serapah BK dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi frasa nominal dan frasa adjektival. Frasa nominal adalah frasa yang mempunyai unsur pusat nomina. Sumpah serapah BK yang berupa bentuk frasa nomina, misalnya tai japi ‘tahi sapi’, tai lana ‘tahi minyak’, tai lasu ‘tahi penis’, tai ntaveve ‘tai kucing’, tai tovau ‘tahi kambing’, tai boro ‘tahi bocor/mencret’, dan tavoau lakina ‘kambing jantan/bandot’. Kata tahi, tope dan tovau merupakan unsur pusat yang berkategori nomina. Unsur-unsur pusat yang berkategori nomina tersebut dapat diikuti unsur yang berkategori nomina dan adjektiva. Unsur—unsur pusat yang diikuti unsur berkategori nomina, misalnya japi ‘sapi’, lana ‘minyak’, lasu ‘penis’, ntaveve ‘kucing’, tovau ‘kambing’. Unsur—unsur pusat yang diikuti unsur berkategori adjektiva, misalnya boro ‘bocor/menceret’, lakina ‘jantan’. Bentuk Sumpah Serapah Arti tai japi 'tahi sapi' tai lana 'tahi minyak' tai lasu 'tahi penis' tai ntaveve 'tai kucing' tai tovau 'tahi kaming' tai boro 'tahi menceret' tovau lakina 'kambing bandot' Penggunaan tuturan sumpah serapah BK berupa frasa adalah sebagai berikut. (13) Tai lana kau ! Tahi minyak (sumpah serapah) kau! ‘Tahi minyak kau!’ (14) Huh, tai javi! Huh, tahi sapi (sumpah serapah)! ‘Huh, tahi sapi!’ Frasa adjektival adalah frasa yang mempunyai unsur pusat adjektiva. Sumpah serapah BK yang berupa bentuk frasa adjektival, misalnya napoi mata ‘pedis mata’, naburo rara ‘buta hati’, dan nasoa buku ‘rasa kehilangan’. Kata napoi ‘pedis’, naburo ‘buta’, dan nasoa ‘kejam’ merupakan unsur pusat yang berkategori adjektiva. Unsur-unsur pusat yang berkategori adjektiva tersebut diikuti unsur yang berkategori nomina dan adjektiva. Unsur—unsur pusat yang diikuti unsur berkategori nomina, misalnya mata ‘mata’, rara ‘hati, dan unsur yang berkategori adjektiva, misalnya buku ‘sedih’. Bentuk Sumpah Serapah Arti napoi mata 'pedis mata /biar rasa' naburo rara 'buta hati/tidak berperikemanusiaan' nasoa buku 'rasa kehilangan, kecewa, sial' Penggunaan tuturan sumpah serapah BK berupa frasa adjektiva adalah sebagai berikut. (15) Nah, napoi matamu heitu ! ledo nangepe jaritaku! Nah, pedis matamu itu! Tidak menengar kataku. ‘Nah, biar rasa itu! Tidak mendengar kataku’ (16) Naburo rara kau! Buta hati (sumpah serapah) kau! ‘Buta hati kau!’ 4.3 Sumpah Serapah Bahasa Kaili dalam Bentuk Klausa Klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek, predikat, baik disertai objek, pelengkap, keterangan ataupun tidak (Ramlan, 1997:89). Klausa dalam banyak hal tidak berbeda dengan kalimat. Hal itu disebabkan baik klausa maupun kalimat merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur predikat. Dari segi struktur internalnya, baik klausa maupun kalimat sekurang-kurangnya berunsur subjek dan predikat dengan atau tanpa objek, pelengkap atau keterangan. Perbedaan antara kalimat dan klausa terletak pada intonasi akhir atau tanda baca. Dengan demikian, klausa adalah satuan lingual yang terdiri atas subjek, predikat, baik disertai objek, pelengkap dan keterangan ataupun tidak dan tidak disertai intonasi akhir ataupun tanda baca. Sumpah serapah nakatonju bunju lasu ‘alat kelamin terlepas’, palo natero ‘pantat menceret’ merupakan bentuk klausa karena masing-masing memunyai subjek dan predikat. Subjek dalam sumpah serapah di atas adalah lasu ‘alat kelamin’, palo ‘pantat’. Predikat dalam sumpah serapah di atas adalah nakatonju ‘terlepas’ dan natero ‘menceret’. Bentuk Sumpah Serapah Arti nakatonju bunju lasu 'alat kelamin terlepas' palo natero 'pantat menceret' Penggunaan tuturan sumpah serapah BK berupa klausa adalah sebagai berikut. (17) Nakatonju bunju lasu ! lepas alat kelamin (sumpah serapah)! ‘Alat kelamin lepas!’ (18) Palo natero! Pantat menceret (sumpah serapah)! ‘Pantat menceret!’ 5. Simpulan Sumpah serapah BK dibentuk oleh satuan bahasa dalam bentuk kata, frasa dan klausa. Sumpah serapah BK dalam bentuk kategori kata nomina, ajektiva, dan verba. Sumpah serapah BK dalam bentuk kata turunan dibentuk dari kata yang mendapat afiksasi dan berupa kata majemuk. Sumpah serapah BK dalam bentuk frasa dapat berupa frasa nominal dan frasa adjektiva. Selain dalam bentuk kata dan frasa, sumpah serapah BK dalam berupa klausa. DAFTAR PUSTAKA Arimi, Sailal. Tanpa Tahun. Ihwal Metode Penelitian Sosiolinguitik. Yogyakarta: Wikipedia Asri, M. 2004. “Umpatan dalam Bahasa Kaili” dalam Multilingual, volume 1, Tahun III, Januari-Juni 2004. Palu: Balai Bahasa Prov.Sulteng. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Pustaka Evans, Donna. 2003 Kamus Kaili Ledo-Indonesia-Inggris. Palu: Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Indrawati, Dianita. 2006. “Makian dalam Bahasa Madura”. Disertasi. Denpasar: Universitas Udayana. Karsana, Deni. 2005. “Kata Majemuk Bahasa Kaili” dalam Multilingual, Volume 1 Tahun IV, Januari- Juni 2005. Palu: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah. Kentjono, Djoko (ed.) Dasar-dasar Lingusitik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia Masjhuda, Masjhuddin. 1971. Ichtisar Imbuhan dalam Bahasa Kaili Dialek Ledo I. Palu: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah. Rahim, Abdilah Abd.et al. 1998. Tata Bahasa Kaili. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ramlan. 1997. Ilmu bahasa Indonesia Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono. Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi, 2006. Sosiolinguistik Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini